Selasa, 16 Oktober 2012

MENGENAL BELL'S PALCY

Definisi 
Bell's Palsy ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's palsy Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa bell’s palsy bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa usia 20-an dan lanjut usia setelah 60 tahun. Wanita hamil, penderita diabetes melitus dan pasca flu juga lebih berisiko dan jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.

Penyebab terjadinya bell’s palsy antara lain:
1. Virus herpes simplex-1
Menurut para ahli virus ini dapat menyerang pada siapa saja baik pria maupun wanita segala usia. Virus ini menyebabkan radang, penekanan atau pembengkakan saraf fasialis.
2. Virus influenza
3. Terpaan angin pada bagian muka atau terlalu sering terkena angin
Bell's palsy memang sangat erat kaitannya dengan cuaca dingin. Untuk itu, sebaiknya menghindari terpaan angin secara langsung pada bagian tubuh. ''Orang yang duduk dekat jendela kendaraan, kereta api, tiduran di atas lantai dengan menempelkan sebelah pipi di lantai, sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka berpotensi mengalami bell's palsy,'' ujar (Pranata SpS MARS, 2011) dokter ahli syaraf RS Gatot Subroto, Menurutnya, orang yang berada di dalam ruangan pun belum tentu terhindar dari potensi penyakit ini. Bell's palsy juga bisa menyerang orang yang bekerja di ruangan ber AC secara langsung. Maksudnya, jika AC tersebut memberikan hawa dingin secara merata tidak perlu dikhawatirkan. Namun, jika angin yang ditimbulkan AC hanya terpusat pada satu tempat, itu bisa menimbulkan penyakit tersebut.
4. Stress, tegang, dan kecapean
5. Hipertensi, hiperkolestrolemia, diabetus mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik, dan faktor genetik
6. Virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster
7. Virus yang menyebabkan mononucleosis (Epstein-Barr)
8. Virus lain dalam keluarga yang sama (sitomegalovirus)

Ada beberapa teori umum yang dikenal berhubungan dengan penyebab Bell's Palsy, yaitu:
1) Teori Ischemic Vascular (gangguan sirkulasi darah).
Saraf facialis (wajah) dapat lumpuh secara tidak langsung oleh karena gangguan sirkulasi darahnya di canalis fallopi di tulang tengkorak, kerusakan yang ditimbulkan karena tekanan pada saraf tepinya, terutama yang berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, hal tersebut di atas bukan karena akibat tekanan langsung pada sarafnya, tetapi karena ada gangguan vaskularisasi darah yang menuju saraf tersebut.
2) Teori Infeksi Virus.
Bell's Palsy terjadi karena proses reaktivasi dari Virus Herpes Simplek (HSV), khususnya tipe I. HSV tipe I sesudah terjadi infeksi akut primer dalam jangka waktu cukp lama di dalam Ganglion Sensoris, terjadi reaktivasi. Hal ini terjadi jika daya tahan tubuh menurun, akibat Neuropati (kerusakan saraf) dan gangguan Vascular (sirkulsi darah), tidak dapat dihindari dan yang pada akhirnya menimbulkan kerudakan (degenerasi) lebih lanjut di saraf facialis perifer.
3) Teori Herediter (keturunan).
Teori Bell's Palsy bersifat herediter, umumnya diketahui jika berhubungan dengan kelainan anatomis berupa terdapatnya canalis facialis yang kecil dan bersifat herediter. Dimana pada saat tertentu apabila ada factor pencetus misalnya pada keadaan dingin, akibat semburan udara yang bergerak (jawa:angin), menyebabkan saluran (kanal) terjadi vasokonstriksi atau menyempit, dan berakibat menjepit saraf facialis yang melintasi saluran tersebut.
4) Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

ETIOLOGI 
Kausa kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Umumnya dapat dikelompokkan sbb.
I. Kongenital 
1.anomali kongenital (sindroma Moebius)
2.trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

II. Didapat
1. trauma
2. penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
3. proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.)
4. proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoi deus
5. infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)
6. sindroma paralisis n. fasialis familial

Faktor-faktor penyebab
1. Sesudah bepergian jauh dengan kendaraan.
2. Tidur di tempat terbuka dan tidur di lantai
3. Hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler,gangguan imunologik dan faktor genetik
4. Terpaan angin yang terus menerus menampar bagian wajahnya ketika mengendarai motor


ANATOMI
Angin yang masuk ke dalam tengkorak atau foramen stilo mastoideum. Angin dingin ini membuat syaraf di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan syaraf nomor tujuh atau nervous fascialis ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.


PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Hingga kini belum ada pesesuaian pendapat. Teori yang dianut saat ini yaitu teori vaskuler. Pada bell’s palsy terjadi iskemi primer n. fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara n. fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain : infeksi virus, proses imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi n. fasialis.
Terjepitnya n. fasialis di daerah foramen stilomastoideus pada bell’s palsy bersifat akut oleh karena foramen stilomastoideus merupakan Neuron Lesion bangunan tulang keras.


Perubahan patologik yang ditemukan pada n. fasialis sbb. :
1. Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem
2. Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin.
3. Terdapat degenerasi akson
4. Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak

Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi terhadap n. fasialis

GEJALA KLINIK
Gejala pada penderita Bell’s palsy :
1. tak bisa mengerutkan dahi
2. alis mata jatuh
3. mata sebelah tidak dapat dipejamkan
4. tidak mampu atau sulit mengedipkan mata
5. kelopak mata bawah jatuh
6. sensitif terhadap cahaya
7. air mata mengalir terus menerus
8. hidung terasa kaku terus – menerus
9. mulut atau bibir “merot/mencong” ke salah satu sisi
10. mulut tidak bisa “mencucu”
11. sulit berbicara
12. kesulitan untuk makan dan minum, karena makanan terkumpul pada satu sisi
13. rasa pengecapan terganggu
14. salivasi yang berlebih atau berkurang
15. bila tersenyum “mesem” sudut bibir tertarik ke satu sisi
16. bila berkumur air dalam mulut sering keluar sendiri karena bibir tidak bisa menutup rapat
17. telinga terasa sangat sensitif
18. sensitive terhadap suara ( hiperakusis )
19. nyeri didalam atau disekitar telinga
20. pembengkakan wajah


Gejala Klinis :
1. Bells palsy terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sebelum terjadi kelemahan pada otot wajah
2. Biasanya terdapat rasa nyeri di daerah mastoid
3. Kelemahan otot ringan sampai berat
4. Selalu pada salah satu sisi wajah
5. Merasa sensasi menurun walaupun sebetulnya sensasi normal
6. Sisi wajah dengan kelemahan tampak tanpa ekspresi
7. Mengalami kesulitan dalam menutup salah satu mata.
8. Kadang mempengaruhi pembentukan ludah, air mata, atau rasa pada lidah
9. Kesulitan bercukur karena bibir mencong
10. Inflamasi n. VII saraf cranialis
11. Diduga infeksi virus yang menyebar
12. Umumnya menyerang remaja dan dewasa muda
13. Prognosis cukup baik jika penanganan sedini mungkin
14. Biasanya pulih dalan 1 – 6 minggu


DIAGNOSIS
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dan kelumpuhan n. fasialis perifer.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. fasialis sbb. :
1. Uji kepekaan saraf
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri dan kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n. fasialis ireversibel.
2. Uji konduksi saraf
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.
3. Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
4. Uji fungsi pengecap
2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit. Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada bell’s palsy menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.
5. Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. genikulatum


DIAGNOSIS BANDING
1. Semua paralisis n. fasialis perifer yang bukan bell’s palsy
2. Kelumpuhan n. fasialis sentral yang mudah dikenal; bila dahi dikerutkan tidak terlihat asimetri, karena otot-otot dahi mempunyai inervasi bilateral.


PENATALAKSANAAN
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa Prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus bell’s palsy yang secara elektrik menunjukkan denervasi.


Fisioterapi
Salah satu penanganan atau pengobatan pada Bell Palsy ini adalah Fisioterapi. Diantara modalitas yang efektif dan sering digunakan antara lain; terapi Infra Merah, terapi Ultrasound, terapi Stimulasi Elektrik, micro wave diathermy, massage, dan excersise. Pemilihan modalitas yang sesuai tergantung pada pengalaman atau pilihan fisioterapis yang berpengalaman. Fisioterapi dapat memilih dari sejumlah modalitas yang tersedia. penanganan fisioterapi di bagi pada 2 tahap.
Yang pertama pada Periode Paralisis, yaitu sesaat setelah terjadi serangan berupa kelumpuhan saraf fasialis :
· Infra Merah
Infra merah dapat diterapkan untuk menghangatkan otot dan meningkatkan fungsi, tetapi Anda harus memastikan bahwa mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan selama 10 sampai 20 menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.

· Terapi Ultrasound
Terapi ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve trunk) di depan tragus telinga dan di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula. Tidak ada rasa takut/khawatir dalam menerapkan terapi ultrasound saat diaplikasikan pada pasien Bell Palsy. Terapi ultrasound selalu diterapkan pada sisi lesi di depan tragus telinga & di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula dimana kelembutan maksimum saraf wajah ditentukan dengan cara palpasi. Hal ini diterapkan dengan gerakan melingkar yang lambat dengan dosis awal 1 watt per sentimeter persegi untuk 10 menit. Dosis dapat ditingkatkan pada sesi berikutnya jika tidak ada peningkatan yang luar biasa dicatat. Perlu diketahui bahwa gelombang ultrasound tidak dapat melintasi atau menembus tulang. Itu berarti bahwa ultrasound memiliki penetrasi nol pada tulang. Secara nyata bahwa gelombang ultrasound terpantul jauh dari tulang. Jadi tidak ada rasa takut dan khawatir jika terapi ultrasound diterapkan pada wajah. Penerapan terapi ultrasound pada bell palsy Ini hanya untuk jenis lesi saraf tepi (Lower Motor Neuron).

· Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation)
Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus listrik untuk mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas yang diakibatkan oleh kelumpuhan akibat cedera tulang belakang (SCI), cedera kepala, stroke dan gangguan neurologis lainnya.
Satu-satunya bentuk arus listrik yang digunakan pada wajah adalah arus searah yang diputus-putus (Interrupted Direct Current) atau disebut juga Arus Galvanic, apakah itu ada reaksi degenerasi atau tidak ada reaksi. Hal ini diminta hanya untuk menjaga sebagian besar otot-otot wajah dan mencegah atrofi sambil menunggu untuk reinnervasi dalam kasus axotomesis atau reconduction setelah neurapraxia jika saraf tidak rusak sepenuhnya. Tidak ada ruang bagi penggunaan arus faradik pada wajah karena bisa menyebabkan kontraktur sekunder pada wajah. Selain itu, sebagian besar pasien merasa tidak mampu menahan nyeri pada wajah karena stimulasi sensorik yang tidak nyaman. Hal ini dikarenakan bahwa arus faradic memiliki frekuensi 50 siklus per detik, sehingga menghasilkan kontraksi tetanik pada otot-otot yang terangsang. Meskipun untuk saat ini adalah kontraksi otot arus faradic melonjak untuk menghasilkan kontraksi alternatif dan relaksasi namun berhubung tipe tatanik pada kontraksi yang menghasilkan 50 pulse hanya dalam satu detik, tidak diperlukan pada wajah. Otot-otot wajah yang sangat tipis dan halus dan tidak bisa mentolerir jenis arus ini yang dapat merusak dan menghasilkan kontraktur sekunder. Jika kontraktur sekunder terjadi, semua bentuk stimulasi listrik harus ditinggalkan sementara untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada otot. Wajah harus segera direnggangkan dan dipijat lembut.

· Microwave Diathermy
Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak – balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot-otot wajah dan mengurangi spasme otot stilomastoideus.

· Massage
Pijat adalah manipulasi lapisan superficial otot dan jaringan ikat untuk meningkatkan fungsi dan relaksasi otot dan kebugaran. Pada kondisi Bell’s palsy massage diberikan dengan tujuan memobilisasi serabut-serabut otot di area yang mengalami paralysis sehingga terjadi pergerakan pasif dari otot wajah dan memberikan stimulasi gerak. selain itu juga berguna untuk mencegah terjadinya kontraktur otot.

· Exercise
Latihan yang diberikan umumnya merupakan latihan aktif berupa Mirror Exercise. Pasien diminta untuk berdiri di depan cermin sambil berusaha untuk menggerakkan otot wajah yang mengalami kelumpuhan. Fisioterapis akan mengajarkan bentuk-bentuk latihan dan menentukan frekuensi atau dosis latihan yang dibutuhkan pasien. Dengan penanganan yang cepat, tepat, akurat dan hebat maka bell’s palsy dapat disembuhkan

Tahap Kedua yaitu Selama Pemulihan:
Teknik PNF digunakan untuk edukasi kembali pada otot-otot yamg mengalami parese atau paralisis:
· Peregangan cepat (quick stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis mata dan gerakan sudut bibir.
· Para fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif dan kemudian meminta pasien untuk menahan, dan kemudian mencoba untuk menggerakannya. goresan dengan es, menyikat, menekan atau membelai cepat dapat diterapkan sepanjang otot-otot.misalnya otot zygomaticus
Latihan mandiri di rumah:
1. ekspresi terkejut kemudian cemberut,
2. menutup mata erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar,
3. tersenyum, menyeringai, dan berkata 'o'
4. mengatakan; e, i, o, u
5. menyedot dan meniup sedotan
6. meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin
Pemeriksaan/Penatalaksanaan Fisioterapi :

· Anamnesis
Keluhan utama pasien
Rasa lemah di sebagian sisi dan disertai adanya rasa nyeri pada belakang telinga
 Paraestasia salah satu sisi wajah

· Inspeksi
Tampak kelemahan pada wajah
Wajah tidak simetris
Ekspresi wajah tidk sama

· Palpasi
Nyeri tekan pada belakang telinga
Suhu normal

· Vital Sign
Blood Preasure ( Normal )
 Heart Rate ( Normal )
Respiratory Rate ( Normal )

· Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
Aktif
Pasif
Tes Isometrik Melawan Tahanan
(Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.)

· Pemeriksaan Khusus (tes spesifik)
Pemilihan Tes khusus didasarkan atas hasil temuan pada pemeriksaan sebelumnya
– Kekuatan Otot à MMT pada wajah
– Sensorik à Dermatom Test

 Myotom Test
– Fungsional à ADL
– Laboratorium à Electro Diagnostik (EMG) (Kecepatan hantar saraf melemah)
Fisioterapi memegang peranan penting dalam penanganan pasien Bell’s Palsy karena Fisioterapi adalah upaya kesehatan yang ditujukan kepada kelompok dan atau individu untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penaganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapis dan mekanik) serta pelatihan dan komunikasi (Kepmenkes 1363 pasal 1 ayat 2).



DAFTAR PUSTAKA 

1. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.htm, Last Updated:
2. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=287657&kat_id=13, Last Updated: March, 27 2007
3. Neurology and neurosurgery illustrated (May 2003) hal 168
4. www.medikaholistik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar